Opini

Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan Dalam Rangka Meningkatkan Kedaulatan Pemilih Serta Upaya Memenuhi Prinsip Pemilu yang Efektif dan Efisien

Dalam sistem pemerintahan Demokrasi, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat, rakyatlah yang dianggap sebagai pemilik dan pemegang saham kekuasaan tertinggi dalam suatu Negara. Didalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”. Makna dari “kedaulatan di tangan rakyat” yaitu rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan guna mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat, serta memilih wakil rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Dalam rangka untuk melaksanakan kedaulatan rakyat tersebut, pemilihan umum (pemilu) merupakan syarat mutlak bagi negara demokrasi, sedangkan dalam upaya untuk menjamin hak-hak konstitusional setiap warga negara agar terlibat aktif serta bertanggunjawab terhadap pemilu, KPU mempunyai kewajiban untuk mendaftar seluruh warga negara yang sudah mempunyai hak pilih, berusia 17 tahun dan atau sudah pernah menikah, bukan anggota TNI/Polri, tidak sedang dijabut haknya  untuk dimasukan kedalam daftar pemilih dengan prinsip komprehensif, akurat, dan mutakhir. Yang dimaksud prinsip komprehensif yaitu data pemilih harus lengkap dan mencakup seluruh warga negara Indonesia yang memenuhi syarat sebagai pemilih, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri artinya didalam proses pemutakhiran harus bebas dari segala bentuk diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, gender, status sosial, atau afiliasi politik. Setiap warga negara yang memenuhi syarat memiliki hak yang sama untuk terdaftar. Prinsip mutakhir mengandung arti bahwa data pemilih harus terbaru dan mencerminkan kondisi terkini dari setiap pemilih, artinya didalam data pemilih harus meliputi penambahan pemilih baru yang berusia 17 tahun, TNI/Polri yang pensiun menjadi sipil, penghapusan pemilih yang tidak memenuhi syarat yang disebabkan karena meninggal dunia, beralih status menjadi TNI/Polri aktif), serta pemutakhiran elemen data bagi pemilih yang berubah identitas atau Alamat. Prinsip akurat berarti data pemilih harus tepat, benar, dan bebas dari kesalahan, setiap elemen data pemilih nama, NIK, alamat, tanggal lahir, status perkawinan harus sesuai dengan dokumen kependudukan yang sah (KTP-el, Kartu Keluarga). Memastikan tidak ada satu orang pun yang terdaftar lebih dari satu kali dalam daftar pemilih, baik di satu TPS maupun di TPS yang berbeda. Untuk menjamin semua warga negara yang sudah memenuhi syarat sebagai pemilh masuk didalam terdaftar pemilih KPU melaksanakan pemutakhiran data pemilih secara berkelanjutan (PDPB) triwulanan, PDPB bertujuan untuk memperbaharui DPT Pemilu dan atau pemilihan terakhir secara periodik agar terpenuhi prinsip komprehensif, akurat dan mutakhir. Pemutakhiran data pemilih berkelanjutan yang dilakukan KPU secara periodik bertujuan agar derajat akurasi data pemilih mencapai 98%, sebab potensi potensi kesalahan dalam penyusunan data pemilih sudah diminimalisir pada proses ini, seperti adanya data pemilih yang ganda, ditemukannya kesalahan penulisan nama, NIK, NKK serta identitas pemilih, sehingga data yang dihasilkan benar benar bersih, disamping soal akurasi data yang mencapai derjat 98% PDPB juga bertujuan untuk menarik partisipasi serta keterlibatan seluruh eleman Masyarakat secara aktif dalam proses penyusunan daftar pemilih, keterlibatan seluruh elemen Masyarakat di perlukan untuk memperkuat legitimasi hasil pemilihan umum. Disamping bertujuan menjamin akurasi data pemilih mencapai derajat tertinggi PDPB juga bertujuan untuk mengurangi beban pembiayaaan yang berlebih pada proses tahapan penyusunan data pemilih tetap, proses yang berkalanjutan dalam penyusunan daftar pemilih, meminimalisir adanya pengeluaran yang sebenarnya bisa dihindari, sehingga hal ini sejalan dengan prinsip pemilu yang efektif dan efisien. “Data Pemilih Termutakhir, Integritas Pemilu Akan Terlahir” Salam, Arya Syailendra

PELAKSANAAN KEGIATAN KPU KABUPATEN/KOTA PADA SAAT NON TAHAPAN PEMILU DAN PEMILIHAN TAHUN 2025

“ Idham Holik (angota KPU RI Periode 2022-2027) menyampaikan bahwa ke depan KPU melalui kegiatan-kegiatannya dapat  merespons isu-isu nasional dan melakukan kajian terkait undang-undang pemilu serta pengelolaan data pemilih. "Besar harapan saya fase non tahapan ini dapat diisi dengan program-program yang dapat berdampak”.  Salah satunya dengan melakukan kolaborasi dan komunikasi antara lembaga untuk meningkatkan literasi demokrasi dan eksistensi kelembagaan ". Sumber : https://www.kpu.go.id/berita/baca/12832/isi-non-tahapan-dengan-meningkatkan-literasi-demokrasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) menerbitkan Surat Dinas Nomor 1109/PL.01-SD/06/2025, tertanggal 26 Juni 2025 perihal penjelasan pelaksanaan kegiatan pasca pemilu dan pemilihan serentak tahun 2024 yang ditujukan kepada KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota. Senada atas apa yang disampaikan oleh Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU dalam kutipan pembuka tulisan ini. Kegiatan KPU sesuai tingkatannya  saat Tahapan sudah diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 mulai pasal 12 sampai dengan pasal 20. Sedangkan untuk pengaturan tata kerja (kebijakan kegiatan) KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota diatur dengan Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2019. Tulisan ini bermaksud memberikan gambaran aktivitas  yang dilakukan oleh KPU kabupaten/kota  di tahun 2025 berdasarkan PKPU No 8 tahun 2019 dan Surat Dinas KPU No 1109 tahun 2025. Dalam Pasal 35 PKPU No 8 Tahun 2019 dijelaskan kebijakan kegiatan yang dilakukan  tiap divisi di KPU Kabupaten/Kota secara rinci dengan ketugasannya  untuk mengoordinasikan, menyelenggarakan, mengendalikan, memantau, supervisi, dan evaluasi terkait dengan kebijakan terkait tiap divisinya. Pertama, Divisi Keuangan, Umum, Logistik dan Rumah Tangga (KUL RT) mengampu kebijakan terkait dengan administrasi perkantoran, rumah tangga, dan kearsipan; pengelolaan dan pelaporan Barang Milik Negara; pelaksanaan, pertangungjawaban, dan pelaporan keuangan; pengusulan peresmian keanggotaan dan pelaksanaan sumpah/janji DPRD Kabupaten/Kota; dan  perencanaan, pengadaan barang dan jasa, serta distribusi logistik pemilu dan Pemilihan. Kedua, Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat, dan Sumber Daya Manusia mengampu  kebijakan: terkait sosialisasi kepemiluan; partisipasi masyarakat dan pendidikan pemilih;  publikasi dan kehumasan; kampanye Pemilu dan Pemilihan;  kerja sama antar lembaga;  pengelolaan dan penyediaan informasi publik;  rekrutmen badan adhoc; pembinaan etika dan evaluasi kinerja sumber daya manusia (SDM); pengembangan budaya kerja dan disiplin organisasi; pendidikan dan pelatihan, serta pengembangan sumber daya manusia;  penelitian dan pengembangan kepemiluan; dan pengelolaan dan pembinaan SDM. Ketiga, Divisi Perencanaan, Data, dan Informasi mengampu  kebijakan: terkait  menjabarkan program dan anggaran; evaluasi, penelitian, dan pengkajian kepemiluan;  monitoring, evaluasi, dan pengendalian program dan anggaran;  pemutakhiran dan pemeliharaan data pemilih;  sistem informasi yang berkaitan dengan tahapan Pemilu;  pengelolaan aplikasi dan jaringan teknologi dan informasi; dan  pengelolaan dan penyajian data hasil Pemilu nasional. Keempat, Divisi Teknis Penyelenggaraan  mengampu kebijakan  yang berhubungan dengan pengusulan daerah pemilihan dan alokasi kursi; verifikasi partai politik dan anggota DPD;  pencalonan Peserta Pemilu dan Pemilihan;  pemungutan, penghitungan suara, dan rekapitulasi hasil penghitungan suara;  penetapan hasil dan pendokumentasian hasil Pemilu dan Pemilihan;  pelaporan dana kampanye; dan   penggantian antar waktu anggota DPRD Kabupaten/Kota. Kelima, Divisi Hukum dan Pengawasan mengampu kebijakan terkait  penyusunan rancangan Keputusan KPU Kabupaten/Kota;  telaah hukum dan advokasi hukum; dokumentasi dan publikasi hukum;  pengawasan dan pengendalian internal; penyelesaian sengketa proses tahapan, hasil Pemilu dan Pemilihan, serta non tahapan Pemilu dan Pemilihan; dan  penanganan pelanggaran administrasi, Kode Etik, dan Kode Perilaku yang dilakukan oleh badan adhoc. Mencermati kebijakan kegiatan tiap divisi yang dirinci dalam PKPU No 8 tahun 2019, dapat disampaikan bahwa kebijakan kegiatan KPU Kabupaten/Kota pada saat non tahapan pemilu dan pemilihan berupa: Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat, dan Sumber Daya Manusia Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih; Publikasi dan kehumasan; Kerjasama antar Lembaga Pengelolaan dan penyediaan informasi publik; Penelitian dan pengembangan kepemiluan; Divisi Perencanaan, Data, dan Informasi : Evaluasi, penelitian dan pengkajian kepemiluan; Pemutakhiran dan pemeliharaan data pemilih;  Untuk kegiatan pemutakhiran data pemilih berpedoman pada peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2025 tentang  Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan. pengelolaan aplikasi dan jaringan teknologi dan informasi; dan  pengelolaan dan penyajian data hasil Pemilu nasional Divisi Teknis Penyelenggaraan pendokumentasian hasil Pemilu dan Pemilihan; Penggantian antar waktu anggota DPRD Kabupaten/kota Divisi Hukum dan Pengawasan telaah hukum dan advokasi hukum; dokumentasi dan publikasi hukum; pengawasan dan pengendalian internal Kebijakan kegiatan yang akan dilakukan KPU Kabupaten/kota diperjelas dengan terbitnya Surat Dinas KPU Nomor 1109 Tahun 2025, tentang  penjelasan pelaksanaan kegiatan pasca pemilu dan pemilihan. Pendokumentasian dan kajian  tahapan teknis pemilu dan pemilihan seremtak tahun 2024 merupakan  kegiatan yang diberikan kerangka acuan pelaksaanan  dalam lampiran SD tersebut.  Ada tujuh  tematik kajian yang diatur dalam kerangka acuan kerja antara lain sistem pemilu; penataan daerah pemilihan; metode verifikasi partai politik calon peserta pemilu; desain surat suara; pencalonan; kampanye dan dana kampanye; prosedur dan teknologi informasi dalam pemungutan, penghitungan dan rekapitulasi hasil penghitungan suara. Dua kebijakan yang diterbitkan oleh KPU  mempertegas dan memperjelas kebijakan  kegiatan yang dilakukan oleh KPU kabupaten/kota pada saat  non tahapan pemilu dan pemilihan  di tahun 2025. (ditulis: Mestri Widodo, Anggota KPU Bantul periode 2023-2028)

Membaca Model baru keserentakan Pemilu dan Pilkada Pasca Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 memiliki konsekuensi yang sangat signifikan terhadap desain kepemiluan di Indonesia, terutama terkait dengan keserentakan pemilu. Putusan ini memerintahkan pemisahan antara pemilu nasional (pemilihan Presiden/Wakil Presiden, DPR, dan DPD) dengan pemilu lokal/daerah (pemilihan kepala daerah dan DPRD). Dalam amar putusan yang dibacakan Mahkamah, perpandangan bahwa penyelenggaraan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota dan pemilihan kepala daerah berada dalam tahun yang sama, yaitu tahun 2024, berakibat terjadinya impitan sejumlah tahapan dalam penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota dengan sejumlah tahapan awal dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Dengan adanya fakta tersebut mahkamah beranggapan menyebabkan tumpukan beban kerja penyelenggara pemilu, yang dapat mempengaruhi terhadap kualitas penyelenggaraan pemilihan umum. Disamping fakta tersebut dalam pertimbangan hukum Mahkamah juga menyampaikan bahwa, tahapan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD yang berada dalam rentang waktu kurang dari 1 (satu) tahun dengan pemilihan kepala daerah, disadari atau tidak, juga berimplikasi pada partai politik, terutama berkaitan dengan kemampuan untuk mempersiapkan kader partai politik dalam kontestasi pemilihan umum. Dalam hal ini, partai politik dalam waktu instan harus menyiapkan ribuan kader untuk dapat bersaing dan berkompetisi pada semua jenjang pemilihan, pada waktu yang berdekatan. Akibatnya, partai politik mudah terjebak dalam pragmatisme dibanding keinginan menjaga idealisme dan ideologi partai politik. Selain itu, dengan jadwal yang berdekatan, partai politik tidak memiliki waktu yang cukup untuk melakukan perekrutan calon anggota legislatif pada pemilu legislatif tiga level sekaligus dan bagi partai politik tertentu harus pula mempersiapkan kadernya untuk berkontestasi dalam pemilihan umum presiden/wakil presiden. Dengan demikian, agenda yang berdekatan tersebut telah berdampak pada pelemahan pelembagaan partai politik. Selain itu, dengan rentang waktu yang berdekatan dan ditambah dengan penggabungan pemilihan umum masalah pembangunan daerah cenderung tenggelam di tengah isu nasional. Padahal, dengan meletakkan sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, masalah pembangunan di setiap provinsi dan kabupaten/kota harus tetap menjadi fokus dan tidak boleh dibiarkan tenggelam di tengah isu atau masalah pembangunan di tingkat nasional yang ditawarkan oleh para kandidat yang tengah bersaing untuk mendapatkan posisi politik di tingkat pusat Dengan tujuan untuk mewujudkan pemilihan umum yang berkualitas serta memperhitungkan kemudahan dan kesederhanaan bagi pemilih dalam melaksanakan hak memilih sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat, serta demi mewujudkan prinsip kedaulatan rakyat sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 tersebut dan tujuan penyelenggaraan pemilihan umum sebagaimana termaktub dalam Pasal 22E UUD NRI Tahun 1945, menurut Mahkamah, keserentakan penyelenggaraan pemilihan umum yang konstitusional ke depan adalah dengan memisahkan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden dengan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPRD dan pemilihan Kepala Dearah, pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dan pemilihan Kepala Daerah. Putusan ini secara otomatis memerlukan revisi besar-besaran terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, untuk mengakomodasi pemisahan pemilu nasional dan pemilu daerah. (Ditulis oleh Joko Santosa - Ketua KPU Kabupaten Bantul)

DINAMIKA PENCALONAN PEMILUKADA SERENTAK TAHUN 2024 TERBITNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 60/PUU-XXII/2024 (Studi Kasus : Tahapan Pencalonan di Kabupaten Bantul )

Komisi Pemilihan Umum menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) Serentak Tahun 2024 di 37 Provinsi dan 508 Kabupaten/kota. Dasar hukum penyelenggaraan Pemilukada Serentak Tahun 2024 diatur dalam Pasal 201 UU No 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. PKPU No 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, menjadi dasar waktu kegiatan tahapan Pemilukada Serentak Tahun 2024. Berdasarkan Pasal 4 PKPU No 2/2024 tersebut, salah satu tahapannya adalah Tahapan Pencalonan. Pengaturan pelaksanaan kegiatan tahapan Pencalonan ada dalam PKPU No 8/ 2024 tentang Pencalonan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Serta Walikota Dan Wakil Walikota, yang ditetapkan pada tanggal 1 Juli 2024. Kegiatan tahapan pencalonan Pemilukada Serentak Tahun 2024, meliputi: pemenuhan persyaratan dukungan Pasangan Calon perseorangan; pendaftaran Pasangan Calon; penelitian persyaratan administrasi calon; dan penetapan Pasangan Calon. Ada dua jalur pencalonan yang diatur dalam PKPU No 8/2024, yaitu pertama, jalur perseorangan dan kedua, jalur partai politik (parpol) atau gabungan parpol peserta pemilu. Metode pemenuhan persyaratan pencalonan untuk dua jalur tersebut berbeda, untuk jalur perseorangan sesuai pasal 6 PKPU No 8/2024 harus mengumpulkan persyaratan dukungan sesuai wilayah tempat calon mendaftarkan diri. Untuk Kabupaten Bantul, calon jalur perseorangan harus memenuhi persyaratan dukungan minimal sebanyak 55.656 dukungan sebagaimana ada dalam Keputusan KPU Bantul No 317 Tahun 2024 tentang syarat minimal dan persebaran dukungan bapaslon perseorangan, ditetapkan pada tanggal 5 April 2024. Ketentuan persyaratan pencalonan jalur partai politik (parpol) atau gabungan parpol peserta pemilu diatur alam pasal 11 PKPU No 8/2024, sebagai berikut : Parpol Peserta Pemilu atau Gabungan Parpol Peserta Pemilu dapat mendaftarkan Pasangan Calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPRD atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilu anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.  Dalam hal Parpol Peserta Pemilu atau Gabungan Parpol Peserta Pemilu dalam mengusulkan Pasangan Calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPRD, jika hasil bagi jumlah kursi DPRD menghasilkan angka pecahan maka perolehan dari jumlah kursi dihitung dengan pembulatan ke atas. Dalam hal Parpol Peserta Pemilu atau Gabungan Parpol Peserta Pemilu mengusulkan Pasangan Calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah. ketentuan itu hanya berlaku untuk Parpol Peserta Pemilu yang memperoleh kursi di DPRD.  Parpol Peserta Pemilu atau Gabungan Parpol Peserta Pemilu hanya dapat mengusulkan 1 (satu) Pasangan Calon.  Perolehan suara sah didasarkan pada penetapan KPU atas hasil Pemilu anggota DPRD terakhir Jumlah persyaratan perolehan kursi dan suara sah untuk setiap provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan dengan Keputusan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota. Berdasarkan ketentuan diatas KPU Kabupaten Bantul pada tanggal 22 Juli 2024, menerbitkan Keputusan KPU Kabupaten Bantul No 449 Tahun 2024 tentang penetapan persyaratan pencalonan untuk partai politik atau gabungan partai politik dalam Pemilihan Bupati Dan Wakil Bupati Bantul tahun 2024, yang ditetapkan pada tanggal 22 Juli 2024. Dalam KPT ini menetapkan persyaratan pencalonan Pemilukada Serentak 2024 di Kabupaten Bantul yang diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol yang memiliki paling sedikir 20% dari jumlah kursi DPRD Kabupaten Bantul yaitu 9 Kursi atau memperoleh paling sedikit 25 % dari 629.465 (akumulasi jumlah perolehan suara sah Pemilu 2024) yaitu 157.367 suara sah. Dinamika tahapan pencalonan Pemilukada serentak tahun 2024 terjadi setelah pada hari Selasa, 20 Agustus 2024 Mahkamah Konstitusi memutuskan mengubah ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah dengan Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang merupakan permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora tertanggal 20 Mei 2024. Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian, dengan amar putusannya pertama, bahwa ambang batas pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik, atau 20 persen kursi DPRD hasil Pemilu sebelumnya. Kedua, ambang batas pencalonan dari parpol atau gabungan parpol sama dengan ambang batas pencalonan paslon kepala daerah jalur independent yang diatur dalam pasal 41 dan 42 UU No 10 Tahun 2016 yaitu menggunakan persyaratan akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilu anggota DPRD di daerah yang bersangkutan. Pasca Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 terjadi dinamika dikarenakan ada rumor “Dewan Perwakilan Rakyat bermanuver mengabaikan putusan MK tersebut”. Atas rumor tersebut terjadi penolakan oleh masyarakat terutama mahasiswa di berbagai wilayah dan demonstrasi secara masif pada hari Kamis, 22 Agustus 2024 oleh berbagai elemen masyarakat dengan fokus utama di Jakarta.  Namun akhirnya DPR RI memutuskan untuk membatalkan pengesahan RUU Pemilukada dan Komisi II DPR melakukan kordinasi dengan pimpinan KPU, Bawaslu dan DKPP serta Pemerintah yang diwakili oleh Menkumham. Minggu, 25 Agustus 2025, KPU melakukan rapat konsultasi dengan Komisi II DPR RI membahas tentang beberapa pasal perubahan dalam PKPU No 8 Tahun 2024, implikasi pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024. Ada Perubahan 6 Pasal dalam PKPU No 8 Tahun 2024 yang dituangkan dalam  PKPU No 10 Tahun 2024, yang ditetapkan pada tanggal 25 Agustus 2024. Salah satu perubahan yang terjadi yaitu pada Pasal 11 yang berbunyi sebagai berikut: Partai Politik Peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu dapat mendaftarkan Pasangan Calon jika telah memenuhi persyaratan akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilu anggota DPRD di daerah yang bersangkutan; Dihapus;  Dihapus;  Partai Politik Peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu hanya dapat mengusulkan 1 (satu) Pasangan Calon;  Akumulasi perolehan suara sah didasarkan pada penetapan KPU atas hasil Pemilu anggota DPRD terakhir;  Akumulasi perolehan suara sah untuk setiap provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan dengan Keputusan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota;  Daftar pemilih tetap termuat dalam daftar pemilih tetap pada Pemilu sebelumnya yang paling akhir di daerah bersangkutan; Selanjutnya berdasarkan perubahan pasal 11 PKPU No 8/2024 maka Keputusan KPU Kabupaten Bantul Nomor 449 Tahun 2024 diubah menjadi Keputusan KPU Bantul No 453 Tahun 2024 yang menegaskan persyaratan pencalonan Bupati dan Wakil Bupati yang diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol di Kabupaten Bantul dalam Pemilukada Serentak 2024 adalah parpol /gabungan parpol yang memperoleh paling sedikit 7,5% dari akumulasi jumlah perolehan suara sah Pemilu 2024 (629.465) yaitu 47.210 suara sah. Mencermati dinamika tahapan pencalonan Pemilukada Serentak Tahun 2024 terkait terbitnya Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah ambang batas persyaratan pencalonan dengan menggunakan persyaratan akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilu anggota DPRD di daerah yang bersangkutan di kaji dengan Teori Hukum Gustav Radbruch dapat kami jelasakan dalam tulisan ini. Gustav Radbruch menyampaikan bahwa tujuan hukum yang dibuat harus mampu memberikan nilai keadilan, PMK No 60/2024 memberikan nilai keadilan bagi parpol peserta pemilu 2024 yang memperoleh suara sah tapi tidak memiliki kursi untuk mengajukan atau mendaftarkan pasangan calon kepala daerah. Studi kasus di Kabupaten Bantul,dari 18 Parpol peserta pemilu 2024 yang mendapatkan kursi hasil pemilu 2024 ada 9 Partai Politik yaitu PKB, Gerindra, PDIP, Golkar, PKS, PAN, Demokrat, PPP dan Ummat. Sebelum PMK NO 60/2024 diterbitkan maka konfigurasi pengusulan pasangan calon hanya dapat dilakukan oleh 9 parpol tersebut. Berdasarkan nilai keadilan dari produk hukum MK tersebut maka konfigurasi parpol yang mengusulkan paslon di Kabupaten Bantul, sebanyak 3 paslon dengan parpol pengusulnya sebagai berikut Paslon Halim-Aris diusulkan dan didukung oleh 10 parpol yaitu PKB, Gerindra, PAN, Golkar, Nasdem, Garuda, PSI, Buruh, PKN, dan Garuda serta Hanura; Paslon Joko-Rony diusulkan dan didukung oleh 6 parpol yaitu PDIP, Partai Demokrat, PKS, PPP, dan Ummat serta Partai Perindo; Paslon Untoro-Wahyudi diusulkan oleh 2 parpol yaitu PAN dan PBB. Memperhatikan keterlibatan 18 parpol peserta pemilu dalam pencalonan di Kabupaten Bantul maka akumulasi suara sah pemilu 2024 sebanyak 629.465 suara sah dari 742.074 pemilih secara keseluruhan dipergunakan sebagai persyaratan pencalonan. PMK No 60/2024 berdasarkan teori tujuan hukum Gustav Radbruch memenuhi nilai keadilan, dan sesuai dengan pernyataanya bahwa Keadilan bukan tentang suatu definisi yang formal namun ia berhubungan erat dengan kehidupan manusia sehari- hari, termasuk hak politik (suara pemilih/WNI dalam pemilu). Suara pemilih merupakan hak warga negara yang dilindungi oleh UUD 1945 dengan mempertimbangkan seluruh suara sah sebagai ambang batas persyaratan pencalonan bagi parpol yang tak memiliki kursi, maka kebijakan PKPU No 10/2024 yang mengakomodir PMK No 60 /2024 sesuai dengan hati Nurani Masyarakat Indonesia yang menyuarakan melalui demontrasi pada tanggal 22 Agustsu 2024. Radbruch menyatakan: ”Summum ius summa inuiria” yang berarti keadilan tertinggi adalah hati nurani. Perubahan Pasal 11 PKPU No 8 /2024 yang tertuang dalam PKPU No 10/2024 untuk menyesuaikan dengan PMK NO 60/2024 menurut Radbruch sudah memenuhi teori kepastian hukum. Perubahan pasal yang dilakukan oleh KPU setelah berkonsultasi dengan DPR perihal ambang batas persyaratan pencalonan menjadi sumber kepastian dari tuntutan banyak pihak, Radbruch menegaskan ada empat hal mendasar yang memiliki hubungan erat dengan makna dari kepastian hukum, yaitu sebagai berikut. Hukum merupakan hal positif yang memiliki arti bahwa hukum positif ialah perundang-undangan. Hukum didasarkan pada sebuah fakta, artinya hukum itu dibuat berdasarkan pada kenyataan. Fakta yang termaktub atau tercantum dalam hukum harus dirumuskan dengan cara yang jelas, sehingga akan menghindari kekeliruan dalam hal pemaknaan atau penafsiran serta dapat mudah dilaksanakan. Hukum yang positif tidak boleh mudah diubah. Pendapat Gustav Radbruch mengenai kepastian hukum, bahwa kepastian hukum adalah salah satu produk dari hukum atau lebih khususnya lagi merupakan produk dari perundang-undangan. Untuk menguatkan kepastian hukum yang sudah mengatur ambang batas persyaratan pencalonan dalam PKPU NO 10 /2024 maka KPU Kabupaten Bantul sesuai tingkatannya menerbitkan Keputusan KPU Bantul No 453 Tahun 2024 tentang Penetapan Persyaratan Pencalonan Untuk Parpol/gabungan parpol peserta pemilu tahun 2024 dalam Pemilukada serentak Bantul Tahun 2024. Keputusan KPU Bantul tersebut memberikan kepastian hukum bagi parpol/gabungan parpol untuk melakukan perhitungan akumulasi suara sah dengan ambang batas minimal sebesar 47.210 suara sah sebagai persyaratan pencalonan. Terbitnya PMK No 6/2024, PKPU No 10/2024 dan Keputusan KPU Bantul No 543/2024 memenuhi unsur nilai kemanfaatan teori tujuan hukum Radbruch. Kemanfaatan dengan terbitnya produk hukum tersebut adalah menggunakan hasil perolehan suara sah pemilu 2024 dari tiap parpol peserta pemilu 2024 dipergunakan sebagai persyaratan pencalonan. Parpol peserta pemilu 2024 yang baru seperti Partai Buruh, Gelora dan Ummat bisa gabung dalam koalisi untuk mengusulkan calon kepala daerah dengan sumbangsih perolehan suara sah yang mereka dapatkan untuk pertama kalinya dalam pemilu 2024. Radbruch menyatakan bahwa kemanfaatan merupakan hakikat tujuan hukum dengan tujuan untuk menghasilkan kebahagiaan bagi orang banyak dan dalam konteks negara, hukum diciptakan untuk kemanfaatan sejati yaitu kebahagiaan mayoritas rakyat. (ditulis : Mestri Widodo Kadiv Teknis Penyelenggraan KPU Kabupaten Bantul)

PEMUTAKHIRAN DATA PARTAI POLITIK SECARA BERKELANJUTAN MELALUI SISTEM INFORMASI PARTAI POLITIK (SIPOL) OLEH PARTAI POLITIK DI TAHUN 2025

Komisi Pemilihan Umum  melalui Surat Dinas Nomor 1077 tertanggal 18 Juni 2025, menyampaikan kepada lima puluh dua Pimpinan Partai Politik  (parpol) baik sebagai Peserta Pemilu dan Non Peserta Pemilu 2024 perihal Pemutakhiran Data Partai Politik secara berkelanjutan melalui Sipol Tahun 2025. Lima puluh dua pimpinan parpol terdiri dari delapan belas parpol nasional peserta pemilu 2024 dan dua puluh lima parpol non peserta pemilu 2024 serta sembilan  parpol lokal Aceh (KPU, 2025). Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 4 Tahun 2022 Tentang Pendaftaran, Verifikasi dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Keputusan KPU Nomor 658 Tahun 2024 menjadi dasar hukum dan  pedoman teknis pemutakhiran data partai politik secara berkelanjutan melalui Sipol. Pemutakhiran data parpol  merupakan sarana bagi parpol di Indonesia mengelola akuntabilitasnya terhadap dinamika perubahan kepengurusan seperti mengubah, mengganti dan menonaktifkan anggota di internal parpolnya.  Pemutakhiran data parpol meliputi empat  hal berdasarkan  Pasal 146 PKPU No 4 Tahun 2022, yaitu  : kepengurusan parpol pada tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan; ketewakilan perempuan pada kepengurusan parpol tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota; keanggotaan Parpol; dan domisili kantor tetap untuk kepengurusan parpol pada tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Empat hal diatas dapat dilakukan oleh parpol melalui mekanisme secara berkala dan atau berdasarkan permintaaan  parpol. Kegiatan pemutakhiran dan sinkronisasi di Tahun 2025, dilakukan mekanisme secara berkala per semester. Semester I pada bulan Januari hingga Juni dan disampaikan kepada KPU tiga hari kerja sebelum akhir Juni. Semester II  dilakukan pada bulan Juli hingga Desember dan disampaikan ke KPU tiga hari kerja  sebelum akhir Desember (KPU, 2022). Untuk pemutakhiran data parpol berdasarkan permintaan dilakukan  dengan cara mengajukan surat permohonan pemutakhiran data Partai Politik kepada KPU. Ketentuan umum PKPU No 4 Tahun 2022, menjelaskan  bahwa Sipol merupakan sistem dan teknologi informasi yang digunakan dalam memfasilitasi pengelolaan administrasi pendaftaran, verifikasi, dan penetapan Partai Politik peserta Pemilu anggota DPR dan DPRD serta pemutakhiran data Partai Politik peserta Pemilu secara berkelanjutan di tingkat KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan peserta pemilu. Susmono (2021) menjelaskan bahwa Sipol telah terbukti memberikan manfaat yang besar bagi partai politik selaku Peserta Pemilu dengan cara memfasilitasi partai politik untuk mengelola data pengurus maupun data anggota di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, selain itu partai politik juga dapat melakukan pengecekan dan perbaikan data tersebut. Sipol selain menfasilitasi Parpol, juga menjadi sarana bagi masyarakat untuk mengetahui kepengurusan parpol tingkat pusat hingga tingkat kecamatan dikarenakan Sipol sudah terintegrasi dengan situs https://infopemilu.kpu.go.id/Pemilu/Pemutakhiran_parpol. Kegiatan Parpol dalam pemutakhiran data parpol secara berkelanjutan melalui Sipol terbagi menjadi kegiatan persiapan dan pemutakhiran. Dalam kegiatan  persiapan yang dilakukan parpol adalah melakukan penunjukan petugas penghubung atau liaison officer (LO) dan Admin Sipol, serta memastikan Akun Sipol dapat diakses untuk melakukan unggah data dan dokumen yang perlu dimuktahirkan. Kegiatan pemutakhiran oleh parpol  melalui Sipol dengan alamat http://Sipol.kpu.go.id  berupa kegiatan yang telah diatur dalam pasal 146 PKPU Nomor 4 Tahun 2022 dan diatur dengan jelas dalam Keputusan KPU Nomor 658 Tahun 2024, berupa penambahan, perbaikan dan penghapusan data di setiap tingkatan parpol berdasarkan kewenangan yang diatur oleh parpol tingkat pusat. Pemutakhiran data parpol secara berkelanjutan melalui Sipol merupakan kegiatan penting sebagai upaya mitigasi penataan administrasi atas situasi perubahan kepengurusan parpol ditiap tingkatan yang dinamis dan teknologi digitalisasi Sipol mempermudah proses tersebut. Kegiatan pemutakhiran data dan dokumen parpol dalam Sipol akan menjadi efektif bagi parpol untuk berkoordinasi dengan KPU termasuk KPU Daerah  di tiap tingkatannya dengan penunjukan  petugas penghubung. Penting bagi parpol menunjuk petugas penghubung  yang memiliki wewenang untuk mengikuti alur pemutakhiran data mulai dari pengisian data, pengunggahan dokumen, sampai penyampaian data hasil dan melakukan komunikasi dengan KPU melalui layanan helpdesk Sipol. Tulisan ini dibuat diminggu terakhir Juni 2025,  bersamaan dengan waktu penyampaian hasil pemutakhiran semester I oleh parpol kepada KPU pada tiga hari kerja sebelum akhir Juni penyampaian  sesuai pengaturan dalam PKPU No 4 Tahun 2022. Selanjutnya pada bulan Juli 2025 KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/kota melakukan verifikasi administrasi terhadap perubahan data kepengurusan parpol hasil pemutakhiran melalui Sipol. (ditulis : Mestri Widodo anggota KPU Periode 2023-2028)

FENOMENA CALON TUNGGAL DALAM PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH SERENTAK TAHUN 2024

Pemilihan kepala daerah merupakan mandat amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam Pasal 18 ayat (4) yang berbunyi bahwa “Gubenur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis”.(MPR, 2002) Pengaturan Pemilukada diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada), Supatno, (2016) menerangkan dalam  Undang-Undang Pemilukada kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dipilih melalui pemungutan suara  dan dilaksanakan secara demokratis. Penyelenggaraan Pemilukada secara  langsung di Indonesia dimulai sejak tahun 2005 sedangkan keserentakan pemilukada dimulai tahun 2015 sebagaimana yang ditegaskan dalam pasal 201 UU Nomor 10 Tahun 2016 bahwa penyelenggaraan pemilukada serentak dilaksanakan pada bulan Desember tahun 2015, kemudian bulan Februari tahun 2017, bulan Juni tahun 2018, bulan September tahun 2020  dan bulan November tahun 2024. (DPR, 2016) Pemilukada serentak sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor   55/PUUXVII/2019, dan tentunya tidak bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945. dengan   mewujudkan  prinsip    kedaulatan rakyat yaitu demokratis,  persamaan  kedudukan,  dan  kepastian hukum  adil.(Yonantan, 2023). Pemungutan Suara Pemilukada Serentak Tahun 2024 diselenggarakan pada hari Rabu, 27 November 2024 di 435.296 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di 545 daerah seluruh Indonesia. Sebelum tahapan pemungutan suara dilaksanakan, ada tahapan yang harus dilaksanakan untuk memastikan calon yang akan dipilih oleh pemilih di tiap daerahnya yaitu Tahapan Pencalonan. KPU memastikan bahwa KPU ditiap daerah akan menerima pasangan calon kepala daerah yang diusulkan  melalui jalur perseorangan dan  jalur partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu 2024 pada tanggal 27 sampai dengan 29 Agustus 2024.(KPU, 2024b) KPU merilis melalui laman https://www.kpu.go.id/berita/ rekapitulasi hasil pendaftaran kepala daerah melalui pencalonan jalur perseorangan sebanyak 53 paslon, dan pencalonan jalur parpol atau gabungan parpol sebanyak 1.500 paslon yang bersumber dari KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota seluruh Indonesia. Data yang dirilis oleh KPU selain data rekapitulasi pencalonan dua jalur juga merilis rekapitulasi wilayah dengan satu pasangan calon atau sering disebut dengan Calon Tunggal. Rincian calon tunggal dalam pemilukada serentak tahun 2024, sebanyak 37 daerah, terdiri dari calon tunggal untuk pemilukada gubenur terdapat 1 paslon, untuk pemilukada bupati ada 31 paslon dan untuk pemilukada walikota sebanyak 5 paslon. Fenomena pasangan calon tunggal pada pemilukada menjadi fenomena yang selalu terjadi sejak pemilukada serenta tahun 2015, dan  secara konsisten mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Gali et al (2025) menyampaikan bahwa munculnya calon tunggal yang akan  melawan kotak kosong dalam pemilukada serentak Tahun 2024 menghadirkan tantangan tersendiri, baik bagi calon itu sendiri, penyelenggara pemilihan, maupun masyarakat.  Fakta data fenomena peningkatan calon tunggal dalam pemilukada serentak dibeberapa daerah, mulai tahun 2015 ada 3 daerah, pada 2017 ada 9 daerah, 2018 ada 16 daerah, dan 2020 ada 25 daerah. Fenomena calon tunggal yang mengalami peningkatan dalam periode pemilukada serentak di tiap tahunnya termasuk tahun 2024 menjadi sebuah anomali dalam demokrasi di Indonesia. Rahman, Satriawan and Diaz, (2022) menjelaskan bahwa terjadi penurunan demokrasi dengan fenomena calon tunggal bila dilihat dari segi sosiologis, partai politik tak mampu menjalankan fungsi sebagai infrastruktur politik yang mampu mencetak pemimpin -pemimpin dalam pengkaderan internal partai.   Kekhawatiran dalam demokrasi Indonesia dengan adanya fenomena calon tunggal menjadi hal yang lumrah dikarenakan terdapat legitimasi  produk hukum yaitu Pasal 54C UU Nomor 10 Tahun 2016 (DPR, 2016) dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100 Tahun 2015(MKRI, 2015).  Mitigasi fenomena calon tunggal dalam Pemilukada Serentak 2024 dilakukan oleh KPU  pasca terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60 Tahun 2024 (MKRI, 2024) yaitu perubahan   ambang batas syarat pencalonan bagi pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu 2024. KPU menerbitkan Peraturan KPU  Nomor 10 Tahun 2024 (KPU, 2024a) yang menegaskan proses tahapan pencalonan  jalur Partai Politik atau gabungan Partai Politik Peserta Pemilu 2024 dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilu anggota DPRD di daerah yang bersangkutan. Perubahan ambang batas syarat pencalonan  dalam pemilikada 2024 menurut  teori Gustav Radbruch memberikan nilai keadilan bagi partai politik peserta pemilu 2024 yang memperoleh suara sah  tapi tidak memiliki kursi di DPRD untuk mengajukan atau mendaftarkan pasangan calon kepala daerah dalam tahapan pencalonan Pemilukada Serentak Tahun 2024.(Al’anam, 2025) Meskipun telah ada upaya mitigasi fenomena calon tungal dalam penyelenggaraan Pemilukada Serentak Tahun 2024 tetap terjadi dan baru dapat diketahui setalah KPU daerah menetapkan pasangan calon pada tanggal 22 September 2024.  Fenomena calon tunggal menurut Siti Nurhalimah dikarenakan  faktor turunnya kepercayaan publik terhadap partai politik, biaya politik yang begitu tinggi, dan menghindari resiko kekalahan.(Nurhalimah, 2019). Fenomena calon tunggal yang muncul ditiap periode pemilukada, tentu harus direspon oleh para pihak baik partai politik untuk menguatkan pengkaderan agar lahir pemimpin- pemimpin yang siap maju dalam pemilukada berikutnya dan para pengambil kebijakan dalam merumuskan  amandemen undang-undang pemilukada di tahun 2025 ini. Ditulis :  Mestri Widodo (anggota KPU Kab Bantul Periode 2023-2028)

Populer

Belum ada data.