Opini

FENOMENA CALON TUNGGAL DALAM PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH SERENTAK TAHUN 2024

Pemilihan kepala daerah merupakan mandat amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam Pasal 18 ayat (4) yang berbunyi bahwa “Gubenur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis”.(MPR, 2002) Pengaturan Pemilukada diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada), Supatno, (2016) menerangkan dalam  Undang-Undang Pemilukada kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dipilih melalui pemungutan suara  dan dilaksanakan secara demokratis. Penyelenggaraan Pemilukada secara  langsung di Indonesia dimulai sejak tahun 2005 sedangkan keserentakan pemilukada dimulai tahun 2015 sebagaimana yang ditegaskan dalam pasal 201 UU Nomor 10 Tahun 2016 bahwa penyelenggaraan pemilukada serentak dilaksanakan pada bulan Desember tahun 2015, kemudian bulan Februari tahun 2017, bulan Juni tahun 2018, bulan September tahun 2020  dan bulan November tahun 2024. (DPR, 2016) Pemilukada serentak sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor   55/PUUXVII/2019, dan tentunya tidak bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945. dengan   mewujudkan  prinsip    kedaulatan rakyat yaitu demokratis,  persamaan  kedudukan,  dan  kepastian hukum  adil.(Yonantan, 2023).

Pemungutan Suara Pemilukada Serentak Tahun 2024 diselenggarakan pada hari Rabu, 27 November 2024 di 435.296 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di 545 daerah seluruh Indonesia. Sebelum tahapan pemungutan suara dilaksanakan, ada tahapan yang harus dilaksanakan untuk memastikan calon yang akan dipilih oleh pemilih di tiap daerahnya yaitu Tahapan Pencalonan. KPU memastikan bahwa KPU ditiap daerah akan menerima pasangan calon kepala daerah yang diusulkan  melalui jalur perseorangan dan  jalur partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu 2024 pada tanggal 27 sampai dengan 29 Agustus 2024.(KPU, 2024b)

KPU merilis melalui laman https://www.kpu.go.id/berita/ rekapitulasi hasil pendaftaran kepala daerah melalui pencalonan jalur perseorangan sebanyak 53 paslon, dan pencalonan jalur parpol atau gabungan parpol sebanyak 1.500 paslon yang bersumber dari KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota seluruh Indonesia. Data yang dirilis oleh KPU selain data rekapitulasi pencalonan dua jalur juga merilis rekapitulasi wilayah dengan satu pasangan calon atau sering disebut dengan Calon Tunggal. Rincian calon tunggal dalam pemilukada serentak tahun 2024, sebanyak 37 daerah, terdiri dari calon tunggal untuk pemilukada gubenur terdapat 1 paslon, untuk pemilukada bupati ada 31 paslon dan untuk pemilukada walikota sebanyak 5 paslon. Fenomena pasangan calon tunggal pada pemilukada menjadi fenomena yang selalu terjadi sejak pemilukada serenta tahun 2015, dan  secara konsisten mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Gali et al (2025) menyampaikan bahwa munculnya calon tunggal yang akan  melawan kotak kosong dalam pemilukada serentak Tahun 2024 menghadirkan tantangan tersendiri, baik bagi calon itu sendiri, penyelenggara pemilihan, maupun masyarakat.  Fakta data fenomena peningkatan calon tunggal dalam pemilukada serentak dibeberapa daerah, mulai tahun 2015 ada 3 daerah, pada 2017 ada 9 daerah, 2018 ada 16 daerah, dan 2020 ada 25 daerah. Fenomena calon tunggal yang mengalami peningkatan dalam periode pemilukada serentak di tiap tahunnya termasuk tahun 2024 menjadi sebuah anomali dalam demokrasi di Indonesia. Rahman, Satriawan and Diaz, (2022) menjelaskan bahwa terjadi penurunan demokrasi dengan fenomena calon tunggal bila dilihat dari segi sosiologis, partai politik tak mampu menjalankan fungsi sebagai infrastruktur politik yang mampu mencetak pemimpin -pemimpin dalam pengkaderan internal partai.  

Kekhawatiran dalam demokrasi Indonesia dengan adanya fenomena calon tunggal menjadi hal yang lumrah dikarenakan terdapat legitimasi  produk hukum yaitu Pasal 54C UU Nomor 10 Tahun 2016 (DPR, 2016) dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100 Tahun 2015(MKRI, 2015).  Mitigasi fenomena calon tunggal dalam Pemilukada Serentak 2024 dilakukan oleh KPU  pasca terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60 Tahun 2024 (MKRI, 2024) yaitu perubahan   ambang batas syarat pencalonan bagi pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu 2024. KPU menerbitkan Peraturan KPU  Nomor 10 Tahun 2024 (KPU, 2024a) yang menegaskan proses tahapan pencalonan  jalur Partai Politik atau gabungan Partai Politik Peserta Pemilu 2024 dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilu anggota DPRD di daerah yang bersangkutan. Perubahan ambang batas syarat pencalonan  dalam pemilikada 2024 menurut  teori Gustav Radbruch memberikan nilai keadilan bagi partai politik peserta pemilu 2024 yang memperoleh suara sah  tapi tidak memiliki kursi di DPRD untuk mengajukan atau mendaftarkan pasangan calon kepala daerah dalam tahapan pencalonan Pemilukada Serentak Tahun 2024.(Al’anam, 2025)

Meskipun telah ada upaya mitigasi fenomena calon tungal dalam penyelenggaraan Pemilukada Serentak Tahun 2024 tetap terjadi dan baru dapat diketahui setalah KPU daerah menetapkan pasangan calon pada tanggal 22 September 2024.  Fenomena calon tunggal menurut Siti Nurhalimah dikarenakan  faktor turunnya kepercayaan publik terhadap partai politik, biaya politik yang begitu tinggi, dan menghindari resiko kekalahan.(Nurhalimah, 2019). Fenomena calon tunggal yang muncul ditiap periode pemilukada, tentu harus direspon oleh para pihak baik partai politik untuk menguatkan pengkaderan agar lahir pemimpin- pemimpin yang siap maju dalam pemilukada berikutnya dan para pengambil kebijakan dalam merumuskan  amandemen undang-undang pemilukada di tahun 2025 ini.

Ditulis :  Mestri Widodo (anggota KPU Kab Bantul Periode 2023-2028)

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 351 kali